November 2015

Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYAhB6pF6-oXNJu0VxkBQ4z3Ll4E1LenL0Dys-t2tmYmv2z8pv2s8zrdRWnzKeVPhADULUWS0M03P2oQkfkoQTw3CAJSfOPDAFTsyOV3G3PFTL5djlpoBksNr1O77vkGgglRl5CzlbCQXD/s1600/Pelaksanaan+Putusan+Pengadilan%252C+Jenis-jenis+Putusan+dan+Cara+Pelaksanaannya.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya" border="0" height="114" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYAhB6pF6-oXNJu0VxkBQ4z3Ll4E1LenL0Dys-t2tmYmv2z8pv2s8zrdRWnzKeVPhADULUWS0M03P2oQkfkoQTw3CAJSfOPDAFTsyOV3G3PFTL5djlpoBksNr1O77vkGgglRl5CzlbCQXD/s200/Pelaksanaan+Putusan+Pengadilan%252C+Jenis-jenis+Putusan+dan+Cara+Pelaksanaannya.jpg" title="Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya" width="200" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya" rel="nofollow" target="_blank">Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya</a> - <b>Eksistensi Lembaga Peradilan Agama </b>di Indonesia, telah ada sejak zaman penjajah Belanda. Bahkan sebelum itu mengiringi perjalanan dakwah Islam di Nusantara, karena lembaga peradilan baik dalam teori maupun praktek kehidupan umat Islam, merupakan hal yang tidak dapat di pisahkan. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Berdasarkan ketentuan UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama, maka <a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/10/peran-fungsi-dan-kewenangan-pengadilan.html" rel="nofollow" target="_blank">Perdailan Agama</a> bertugas dan berwenang untuk memberikan pelayanan hukum dan keadilan dalam bidang hukum keluarga dan harta perkawinan bagi mereka yang beragama Islam, berdasarkan Islam. <br />
<br />
Pemantapan posisi Peradilan Agama secara Yuridis menempatkan lembaga Peradilan Agama sejajar dengan lembaga peradilan yang lain (peradilan Umum, peradilan Militer, dan peradilan Tata Usaha Negara). <br />
<br />
Kemunculan Undang-undang itulah yang menyebabkan jajaran Peradilan Agama harus mengejar ketertinggalannya dengan yang lain, khususnya dalam praktek/penerapan hukum acara. Dalam makalah ini, akan sedikit membahas mengenai Pelaksanaan Putusan dalam Peradilan Agama. <br />
<br />
B.     Rumusan Masalah <br />
<br />
1.      Bagaimanakah <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/11/pelaksanaan-putusan-pengadilan-jenis.html" rel="nofollow" target="_blank">proses pelaksanaan putusan dalam Peradilan Agama</a> mengenai <i>jenis-jenis pelaksanaan putusan</i>, putusan yang dapat di eksekusi, tatacara sita eksekusi, putusan hakim dalam perkara tertentu? <br />
<br />
C.    Tujuan <br />
<br />
1.      Mengetahui proses pelaksanaan putusan dalam Peradilan Agama mengenai <b>jenis-jenis pelaksanaan putusan</b>, putusan yang dapat dieksekusi, tatacara sita eksekusi, putusan hakim dalam perkara tertentu. </div>
<div style="text-align: justify;">
<h3>
Pelaksanaan Putusan Pengadilan Agama </h3>
<i>Pelaksanaan putusan</i> atau eksekusi adalah hal menjalankan <b>putusan Pengadilan</b> yang telah berkekuatan hukum tetap. Menurut Sudikno Mertokusumo, eksekusi pada hakikatnya tidak lain ialah realisasi kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi putusan yang tercantum dalam putusan tersebut.[1]<br />
<br />
Tujuan akhir pencari keadilan ialah agar segala hak-haknya yang dirugikan oleh pihak lain dapat dipulihkan melalui putusan Hakim. Hal ini bisa tercapai jika putusan hakim dapat dilaksanakan. <br />
<br />
Putusan Hakim dapat dilaksanakan: <br />
<br />
<ol>
<li>Secara sukarela </li>
<li>Secara paksa dengan menggunakan alat Negara, apabila pihak terhukum tidak mau melaksanakan secara sukarela. </li>
</ol>
<br />
Sejak dikeluarkan UU No, 7/1989 maka Pengadilan Agama telah dapat melaksanakan sendiri segala putusan yang dijatuhkannya tanpa harus melalui bantuan Pengadilan Negeri. Dengan berlakunya UU Peradilan Agama tersebut maka: <br />
<br />
<ol>
<li>Ketentuan tentang eksekutoir verklaring dan pengukuhan oleh Pengadilan Negeri dihapuskan. </li>
<li>Pada setiap Pengadilan Agama diadakan jurusita untuk dapat melaksanakan putusan-putusannya. </li>
</ol>
<br />
<h3>
Jenis-jenis Pelaksanaan Putusan[2]</h3>
Ada beberapa <i>jenis pelaksanaan putusan</i>, yaitu: <br />
<br />
<ol>
<li>1.      Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang. Hal ini diatur dalam pasal 196 HIR, pasal 208 R.Bg. </li>
<li>Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan. Hal ini diatur dalam pasal 225 HIR, pasal 259 R.Bg. </li>
<li>Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap, yang disebut dengan eksekusi riil. Hal ini diatur dalam pasal 1033 Rv. </li>
<li>Eksekusi riil dalam bentukpenjualan lelang. Hal ini diatur dalam pasal 200 ayat 1 HIR,  pasal 218 ayat 2 R.Bg. </li>
</ol>
<br />
<h3>
Putusan yang Dapat Dieksekusi [3]</h3>
Putusan yang dapat dieksekusi ialah yang memenuhi syarat-syarat untuk dieksekusi, yaitu: <br />
<br />
1.      Putusan telah berkekuatan hukum tetap, kecuali dalam hal: <br />
<br />
<ul>
<li>Pelaksanaan putusan serta merta, putusan yang dapat dilaksanakan lebih dulu. </li>
<li>Pelaksanaan putusan provisi </li>
<li>Pelaksaan akta perdamaian </li>
<li>Pelaksanaan (eksekusi) Grose akta. </li>
</ul>
<br />
2.      Putusan tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara sukarela meskipun ia telah diberi peringatan oleh Ketua Pengadilan Agama. <br />
<br />
3.      <i>Putusan Hakim</i> bersifat Kondemnatoir. <br />
<br />
Putusan yang bersifat deklaratoir atau konstitutif tidak diperlukan eksekusi. <br />
<br />
4.      Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama. <br />
<br />
Yaitu Pengadilan Agama yang menjatuhkan putusan tersebut, atau Pengadilan Agama yang diberi delegasi wewenang oleh Pengadilan Agama yang memutusnya. <br />
<br />
Yang berwenang melaksanakan eksekusi hanyalah Pengadilan Tingkat Pertama. PTA tidak berwenang melaksanakan eksekusi. <br />
<br />
<h3>
Tatacara Sita Eksekusi [4]</h3>
Sita eksekusi dilakukan dengan tatacara sebagai berikut; <br />
<br />
1.      Ada permohonan sita eksekusi dari pihak yang bersangkutan. <br />
<br />
2.      Berdasar surat perintah Ketua Pengadilan Agama. <br />
<br />
Surat perintah ini dikeluarkan apabila: <br />
<br />
·         Tergugat tidak mau menghadiri panggilan peringatan tanpa alasan yang sah, <br />
<br />
·         Tergugat tidak mau memenuhi perintah dalam amar putusan selama masa peringatan. <br />
<br />
3.      Dilaksanakan oleh Panitera atau Jurusita <br />
<br />
4.      Pelaksanaan sita eksekusi dibantu oleh dua orang saksi. <br />
<br />
5.      Keharusan adanya dua orang saksi merupakan syarat sah sita eksekusi. <br />
<br />
Dua orang saksi tersebut berfungsi sebagai pembantu dan sekaligus sebagai saksi sita eksekusi. <br />
<br />
Nama dan pekerjaan kedua saksi tersebut harus dicantumkan dalam Berita Acara Sita Eksekusi. <br />
<br />
Saksi-saksi tersebut harus memenuhi syarat: <br />
<ul>
<li>Telah mencapai umur 21 tahun </li>
<li>Berstatus penduduk Indonesia </li>
<li>Memiliki sifat jujur (dapat dipercaya) </li>
</ul>
<br />
6.      Sita eksekusi dilakukan di tempat obyek eksekusi <br />
<br />
7.      Membuat Berita Acara Sita Eksekusi <br />
<br />
Berita acara sita eksekusi tersebut memuat: <br />
<br />
<ul>
<li>Nama, pekerjaan dan tempat tinggal kedua orang saksi. </li>
<li>Memerinci secara lengkap semua pekerjaan yang dilakukan. </li>
<li>Berita acara ditandatangani pejabat pelaksana dan kedua orang saksi. </li>
<li>Pihak tersita dan juga kepala desa tidak diharuskan menurut hukum, untuk ikut menandatangani Berita Acara Sita. </li>
<li>Isi berita acara sita harus diberitahukan kepada pihak tersita, yaitu segera pada saat itu juga apabila hadir pada eks penyitaan tersebut, atau jika ia tidak hadir maka dalam waktu yang secepatnya segera diberitahukan dengan jalan menyampaikan di tempat tinggalnya. </li>
</ul>
8.      Penjagaan Yuridis tentang barang yang disita diatur sebagai berikut: <br />
<ul>
<li>Penjagaan dan penguasaan barang sita eksekusi tetap berada ditangan tersita </li>
<li>Pihak tersita tetap berhak memakai dan menikmatinya, sampai pada saat dilaksanakan penjualan lelang. </li>
<li>Penempatan barang sita eksekusi tetap diletakkan di tempat barang itu disita, tanpa mengurangi kemungkinan memindahkannya ke tempat lain. </li>
<li>Penguasaan penjagaan tersebut harus disebutkan dalam berita acara sita </li>
<li>Mengenai barang yang bisa habis dalam pemakaian, maka tidak boleh dipergunakan dan dinikmati oleh tersita. </li>
</ul>
<br />
9.      Ketidakhadiran tersita tidak menghalangi sita eksekusi <br />
<ul>
<li>Sita eksekusi dapat dihadiri, bahkan sebaiknya dihadiri pihak tereksekusi. </li>
<li>Sita eksekusi dapat di laksanakan tanpa hadirnya pihak tersita asalkan pihak tersita tersebut telah diberitahukan dan diperintahkan untuk hadir pada hari dan tanggal pelaksanaan sita eksekusi tetapi yang bersangkutan tidak hadir. </li>
</ul>
<br />
<h3>
Putusan Hakim Dalam Perkara tertentu [5]</h3>
<h4>
Pelaksanaan Putusan Perkara Perceraian </h4>
Apabila <a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/" rel="nofollow" target="_blank">putusan Hakim</a> mengenai perceraian telah berkekuatan hukum tetap maka Panitera Pengadilan Agama selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari setelah putusan itu diberitahukan mengeluarkan Akta Cerai sebagai bukti adanya perceraian (pasal 84 ayat 4 UU No. 7/1989). <br />
<br />
Dalam perkara cerai gugat maka akta cerai didasarkan atas putusan Pengadilan Agama/Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa perkawinan putus karena perceraian terhitung sejak putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap (Ex pasal 81 ayat 2 UU No. 7/1989). <br />
Baca juga: <a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2016/12/pengertian-wakaf-uang-landasan-hukum.html" rel="nofollow" target="_blank">Pengertian Wakaf Uang, Landasan Hukum dan Manfaat Wakaf</a><br />
<br />
Akta Cerai tersebut tercatat dalam Register Akta Cerai pada Kepaniteraan Pengadilan Agama yang bersangkutan. <br />
<br />
Selain itu, dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari, Panitera atau pejabat yang ditunjuk berkewajiban untuk mengirimkan salinan putusan/penetapan cerai tersebut yang telah berkekuatan hukum tetap kepada PPN/KUA Kecamatan di tempat tinggal suami dan isteri yang bersangkutan serta PPN/KUA Kecamatan yang dahulu mencatat perkawinan mereka, untuk diadakan pencatatan perkawinan itu.  <br />
<br />
<h4>
Pelaksanaan Putusan Perkara Penetapan Asal-usul Anak </h4>
Dalam perkara penetapan asal-usul anak maka Panitera berkewajiban mengirimkan salinan penetapan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut kepada kantor catatan sipil setempat untuk diterbitkan akta kelahiran (pasal 55 ayat 5 UU No. 1/1974, pasal 103 ayat 3 KHI). <br />
<br />
<h4>
Pelaksanaan Putusan Perkara Penetapan Itsbat Nikah dan Rujuk </h4>
Dalam penetapan Itsbat nikah dan rujuk maka Panitera Pengadilan Agama berkewajiban untuk mengirimkan salinan penetapan yang telah berkekuatan hukum tetap kepada PPN/KUA Kecamatan setempat untuk diadakan pencatatan lagi dalam Buku Pendaftaran Nikah atau Rujuk. Pada kolom terakhir buku tersebut dituliskan bahwa pencatatan ini didasarkan atas putusan Pengadilan Agama yang bersangkutan, dengan nomor dan tanggal putusnnya. <br />
<br />
Kepada pihak yang bersangkutan diberikan kutipan Buku Pendaftaran Nikah (surat nikah) sebagai bukti pernikahan, dan bukti pendaftaran rujuk sebagai alat bukti yang sah. <br />
<br />
Demikian pula dalam perkara pembatalan perkawinan, maka Panitera PA wajib mengirimkan salinan putusan tersebut kepada PPN/KUA Kecamatan yang bersangkutan untuk diadakan pencatatan (pasal 38 PP No. 9/1975). <br />
<br />
<h4>
Pelaksanaan Putusan Perkara Penetapan Itsbat Cerai </h4>
Dalam perkara Itsbat Cerai, maka Panitera juga wajib mengeluarkan Akta Cerai sebagai bukti cerai dan mengirimkan salinan Itsbat cerai tersebut kepada PPN/KUA Kecamatan serta PPN/KUA Kecamatan di mana dahulu perkawinan mereka dicatatkan. <br />
<br />
<h4>
Pelaksanaan Putusan Perkara Sengketa Tanah Wakaf </h4>
Dalam perkara sengketa tanah wakaf, maka Panitera wajib mengirimkan <b>salinan putusan</b> yang telah berkekuatan hukum tetap kepada PPAIW/KUA Kecamatan yang mewilayahi tanah wakaf tersebut untuk diadakan pencatatan dalam buku wakaf dan diterbitkan Pengganti Akta Ikrar Wakaf, guna penyelesaian Sertifikat Tanah Wakaf tersebut. <br />
<br />
<h4>
Pelaksanaan Putusan Perkara Perceraian Anggota ABRI dan PNS </h4>
Putusan cerai bagi anggota ABRI dan PNS yang telah berkekuatan hukum tetap harus pula dikirimkan kepada Instansi dimana suami/isteri yang bersangkutan menjadi Anggota ABRI dan PNS. <br />
<br />
Kesimpulan <br />
Pelaksanaan putusan atau eksekusi adalah hal menjalankan <b>putusan Pengadilan</b> yang telah berkekuatan hukum tetap. Menurut Sudikno Mertokusumo, eksekusi pada hakikatnya tidak lain ialah realisasi kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi putusan yang tercantum dalam putusan tersebut. <br />
<br />
Ada beberapa <b>jenis pelaksanaan putusan</b>, yaitu: <br />
<ol>
<li>Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk membayar sejumlah uang. Hal ini diatur dalam pasal 196 HIR, pasal 208 R.Bg. </li>
<li>Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk melakukan suatu perbuatan. Hal ini diatur dalam pasal 225 HIR, pasal 259 R.Bg. </li>
<li>Putusan yang menghukum salah satu pihak untuk mengosongkan suatu benda tetap, yang disebut dengan eksekusi riil. Hal ini diatur dalam pasal 1033 Rv. </li>
<li>Eksekusi riil dalam bentukpenjualan lelang. Hal ini diatur dalam pasal 200 ayat 1 HIR,  pasal 218 ayat 2 R.Bg. </li>
</ol>
<br />
<h4>
Putusan yang dapat dieksekusi ialah yang memenuhi syarat-syarat untuk dieksekusi, yaitu: </h4>
<ol>
<li>Putusan telah berkekuatan hukum tetap </li>
<li>Putusan tidak dijalankan oleh pihak terhukum secara sukarela meskipun ia telah diberi peringatan oleh Ketua Pengadilan Agama. </li>
<li>Putusan Hakim bersifat Kondemnatoir. </li>
<li>Eksekusi dilakukan atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Agama. </li>
</ol>
<br />
Sita eksekusi dilakukan dengan tatacara sebagai berikut; <br />
<ol>
<li>Ada permohonan sita eksekusi dari pihak yang bersangkutan. </li>
<li>Berdasar surat perintah Ketua Pengadilan Agama. </li>
<li>Dilaksanakan oleh Panitera atau Jurusita </li>
<li>Pelaksanaan sita eksekusi dibantu oleh dua orang saksi. </li>
<li>Keharusan adanya dua orang saksi merupakan syarat sah sita eksekusi. </li>
<li>Sita eksekusi dilakukan di tempat obyek eksekusi </li>
<li>Membuat Berita Acara Sita Eksekusi </li>
<li>Penjagaan Yuridis tentang barang yang disita diatur sebagai berikut: </li>
<li>Ketidakhadiran tersita tidak menghalangi sita eksekusi </li>
</ol>
<br />
<h3>
Putusan Hakim Dalam Perkara tertentu </h3>
<ol>
<li>Perceraian </li>
<li>Penetapan Asal-usul Anak </li>
<li>Penetapan Itsbat Nikah dan Rujuk </li>
<li>Penetapan Itsbat Cerai </li>
<li>Putusan Sengketa Tanah Wakaf </li>
<li>Perceraian Anggota ABRI dan PNS </li>
</ol>
<br />
B.     Penutup <br />
Demikianlah makalah ini kami susun, dimohonkan kritik dan saran dari pembaca. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin. <br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA <br />
Arto, mukti. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011. <br />
Mustofa, Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana. 2005. <br />
<br />
[1] Mustofa, Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana. 2005. Hal. 109 <br />
[2] Mukti Arto. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011. Hal. 314 <br />
[3] Ibid. hal. 314 <br />
[4] Ibid. hal. 315 <br />
[5] Ibid. hal. 316 </div>

Hukum Hukum Perdata Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya

Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya - Eksistensi Lembaga Peradilan Agama di Indonesia, telah ada...

Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya

14:43:00 jayafurniture 1

<div style="text-align: justify;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhk68SCew9_BwABZSSomYg96o4CDAvSG7xH5Qm6kBcO0n9vqMOrT5lpYKc_4jHTv2oD1zRJv4kQLkGqgpiTEFS3zuswR0Y9AKHlk1XYo3IU7jAbAx7JkySSj-3xcgXweUepqw7LGnLT-JCi/s1600/Pengertian+Jarimah%252C+Unsur+dan+Ruang+Lingkup+Pembahasannya.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya" border="0" height="135" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhk68SCew9_BwABZSSomYg96o4CDAvSG7xH5Qm6kBcO0n9vqMOrT5lpYKc_4jHTv2oD1zRJv4kQLkGqgpiTEFS3zuswR0Y9AKHlk1XYo3IU7jAbAx7JkySSj-3xcgXweUepqw7LGnLT-JCi/s200/Pengertian+Jarimah%252C+Unsur+dan+Ruang+Lingkup+Pembahasannya.jpg" title="Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya" width="200" /></a></div>
<b><i>Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya</i></b> - Fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syara’ praktis yang diambil dari 
dalil-dalil terperinci. Atau <i>fiqh</i> adalah himpunan hukum-hukum syara’ 
yang bersifat praktis yang diambil dari dalil-dalil yangterperinci.” [1]. Pada kesempatan kali ini kami akan membahas mengenai<b> ruang lingkup Jarimah</b>. <br />
<h3>
 </h3>
<h3>
Pengertian Fiqh Jinayah </h3>
<b><i>Fiqh jinayah</i></b> terdiri dari dua kata yakni fiqh dan jinayah. Pengertian fiqh secara bahasa berasal dari lafadl faqiha-yafqahu-fiqhan, yang berarti mengerti. Sedangkan secara istilah yang dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf : <br />
<br />
Jinayah secara bahasa ialah : <br />
<br />
<div style="text-align: right;">
إسم لما يجنيه المرءمن شر وما اكتسبه </div>
<br />
“Nama bagi hasil perbuatan seseorang yang buruk dan apa yang diusahakannya.” <br />
<br />
Sedangkan jinayah secara istilah yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah : <br />
<br />
<div style="text-align: right;">
فالجناية إسم لفعل محرم شرعا, سواء وقع الفعل على نفس او مال او غير ذلك </div>
<br />
“Jinayah adalah suatu istilah untuk perbuatan yang dilarang oleh syara’ baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, atau lainnya.”[2]<br />
<br />
Jadi fiqh jinayah ialah ilmu tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah-masalah perbuatan yang dilarang dan hukumannya, yang diambil dari dalil-dalil nash. <br />
<br />
Menurut aliran madzhab Hanafi, pembahasan tentang jinayah dikhususkan bagi kejahatan terhadap jiwa dan anggota badan, sedangkan masalah yang terkait dengan kejahatan terhadap benda diatur pada bab sendiri. Adapun aliran madzhab lain tidak mengadakan pemisahan antara perbuatan jahat terhadap jiwa dan anggota badan dengan kejahatan terhadap harta benda (pencurian, kejahatan terhadap harta benda lainnya).[3]<br />
<br />
Kata jinayah juga digunakan dalam KUHP Mesir, tetapi pengertiannya berbeda dengan pengertian yang dikemukakan oleh madzhab hanafi tersebut. Dalam KUHP Mesir tindak pidana dibagi menjadi tiga bagian yakni jinayah, janhah, dan mukhalafah.[4] Ketiga macam tindak pidana menurut KUHP Mesir tersebut dalam hukum pidana islam dinamakan jinayah atau jarimah.[5]<br />
<br />
Fiqih jinayah terkait dengan istilah jarimah. Jarimah berasal dari kata (جرم) yang sinonimnya (كسب وقطع) artinya berusaha dan bekerja. Usaha disini difokuskan pada usaha yang tidak baik atau usaha yang dibenci oleh manusia. Atau dapat diartikan jarimah adalah melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran (perbuatan dosa), keadilan, dan jalan yang lurus (agama). [6]<br />
<br />
Menurut istilah, definisi jarimah yang dikemukakan oleh Imam al-Mawardi : <br />
<br />
<div style="text-align: right;">
الجرائم محظورات شرعية زجر الله تعالى عنها بحد او تعزير </div>
<br />
“Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’, yang diancam dengan hukuman had atau ta’zir.” <br />
<br />
<a href="http://Unsur-unsur Jarimah dan Objek Kajiannya" rel="nofollow" target="_blank">Kata jarimah</a> diistilahkan dalam hukum positif sebagai tindak pidana (delik) atau pelanggaran. <br />
<br />
Dalam pemakaian kata jinayah mempunyai arti lebih luas, yaitu ditujukan bagi segala sesuatu yang ada sangkut pautnya dengan kejahatan manusia dan tidak ditujukan pada satuan perbuatan dosa tertentu (jarimah). Oleh karena itu, pembahasan fiqh yang memuat masalah-masalah kejahatan, pelanggaran yang dikerjakan manusia, dan hukuman yang diancamkan kepada pelaku perbuatan disebut fiqh jinayah, bukan fiqh jarimah.[7]<br />
<br />
Pengertian jarimah tersebut hampir bersesuaian dengan pengertian menurut hukum positif (hukum pidana Indonesia). Jarimah dalam istilah hukum pidana Indonesia diartikan dengan peristiwa pidana. Menurut Mr. Tresna dalam bukunya Asas-asas Hukum Pidana, peristiwa pidana ialah rangkaian perbuatan manusia yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundangan lainya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.[8]<br />
<br />
<i>Pengertian jarimah menurut syara’</i> pada lahiriyahnya ternyata sedikit berbeda dengan pengertian jarimah atau tindak pidana menurut hukum positif dalam kaitannya dengan masalah ta’zir. Menurut hukum islam hukuman ta’zir adalah hukuman yang tidak tercantum nash ata ketentuannya dalam al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan ketentuan yang pasti dan terperinci. Sedangkan menurut hukum positif dalam perngertian di atas, hukuman itu harus tercantum dalam undang-undang.[9]<br />
<br />
<h3>
Unsur-unsur Jarimah dan Objek Kajiannya </h3>
<br />
<h4>
1.      Unsur-unsur Jarimah </h4>
<br />
Suatu perbuatan dianggap sebagai tindak pidana apabila unsur-unsurnya telah terpenuhi. Abdul Qadir Audah mengemukakan bahwa unsur-unsur umum jarimah ada tiga macam : <br />
<br />
a.       Unsur Formal (الركن الشرعي) yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang perbuatan dan mengancamnya dengan hukuman. <br />
<br />
Dalam unsur ini terdapat lima masalah pokok : <br />
<ul>
<li>Asas legalitas dalam hukum pidana islam. </li>
<li>Sumber-sumber aturan-aturan pidana islam. </li>
<li>Masa berlakunya aturan-aturan pidana islam. </li>
<li>Lingkungan berlakunya aturan-aturan pidana islam. </li>
<li>Asas pelaku atau terhadap siapa berlakunya aturan-aturan hukum pidana islam.[10]</li>
</ul>
<br />
b.      Unsur Material (الركن المادي)  yaitu adanya tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat (negatif) yang bersifat melawan hukum. <br />
<br />
Unsur materiil ini mencakup antara lain: <br />
<br />
1)      Jarimah yang belum selesai atau percobaan. <br />
<br />
2)      Turut serta melakukan jarimah.[11]<br />
<br />
c.       Unsur Moral (الركن الادبي) yaitu bahwa pelaku adalah orang yang mukallaf, yakni orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan. <br />
<br />
Pemahasan mengenai unsur pertanggungawaban ini berkisar dua masalah pokok : <br />
<br />
1)      Pertanggungjawaban pidana. <br />
<br />
2)      Hapusnya pertanggungjawaban pidana.[12]<br />
<br />
Unsur-unsur diatas merupakan unsur-unsur yang bersifat umum. Artinya unsur-unsur tersebut adalah unsur yang sama dan berlaku bagi setiap macam jarimah (tindak pidana/delik). Jadi pada jarimah apapun ketiga unsur tersebut harus terpenuhi.[13] Untuk unsur yang secara khusus bisa dipelajari pada tiap masing-masing jarimah. <br />
<br />
<h4>
2.      Objek Kajian Jarimah </h4>
Objek utama kajian fiqh jinayah jika dikaitkan dengan unsur-unsur tindak pidana atau arkan al-Jarimah, dan objek kajian utama fiqh jinayah sangat berhubungan erat dengan unsur materiil atau al-Rukn al-Madi, maka objek kajian utama fiqh jinayah meliputi tiga masalah pokok : <br />
<ul>
<li>Jarimah Qishash. </li>
<li>Jarimah Hudud. </li>
<li>Jarimah Ta’zir.[14]</li>
</ul>
<br />
<h3>
C.    Pembagian Jarimah dan Ruang Lingkup Pembahasannya </h3>
<h4>
 </h4>
<h4>
Pembagian Jarimah </h4>
<a href="http://Unsur-unsur Jarimah dan Objek Kajiannya" rel="nofollow" target="_blank">Macam-macam jarimah</a> dapat dilihat dari beberapa segi : [15]</div>
<div style="text-align: justify;">
<h4>
Jarimah ditinjau dari Segi Berat Ringannya Hukuman. </h4>
Dari segi ringannya hukuman, jarimah dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu : <br />
<ul>
<li>Jarimah Hudud. </li>
<li>Jarimah Qishash dan Diat. </li>
<li><a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/09/fiqh-jinayah-perbandingan-sanksi-tazir.html" rel="nofollow" target="_blank">Jarimah Ta’zir</a>. </li>
</ul>
<br />
<ul>
</ul>
<h3>
Jarimah ditinjau dari Segi Niat. </h3>
Dari segi niatnya, jarimah dibagi kepada dua bagian, yaitu : <br />
<br />
1)      Jarimah Sengaja. <br />
<br />
Menurut Muhammad Abu Zahrah, yang dimaksud jarimah sengaja adalah suatu jarimah yang dilakukan oleh seseorang dengan kesengajaan dan atas kehendaknya serta ia mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang dan diancam dengan hukuman. <br />
<br />
Dalam istilah hukum positif Indonesia jarimah ini sejalan dengan delik dolus (mengandung unsur kesengajaan).[16]<br />
<br />
2)      Jarimah Tidak Sengaja. <br />
<br />
Abdul Qadir Audah mengemukakan jarimah tidak sengaja adalah jarimah dimana pelaku tidak sengaja (berniat) untuk melakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut terjadi sebagai akibat kelalaiannya (kesalahannya). <br />
<br />
Jarimah tidak sengaja ini dalam istilah hukum positif Indonesia disebut delik culpa (kesalahan berbentuk kealpaan).[17]<br />
<h4>
 </h4>
<h4>
Jarimah ditinjau dari Segi Waktu Tertangkapnya. </h4>
Dari segi waktu tertangkapnya, jarimah itu dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu : <br />
<br />
1)      Jarimah Tertangkap Basah (جرائم المتلبس بها) <br />
<br />
2)      Jarimah yang Tidak Tertangkap Basah (جرائم لاتلبس فيها) <br />
<h4>
 </h4>
<h4>
Jarimah ditinjau dari Segi Cara Melakukannya. </h4>
Dari segi cara melakukannya, jarimah dibagi dua bagian : <br />
<br />
1)      Jarimah Positif (جرائم ايجابية) <br />
<br />
Jarimah karena melakuakan perbuatan yang dilarang. Dalam hukum positif jarimah ini disebut delik commissionis. <br />
<br />
2)      Jarimah Negatif (جرائم سلبية) <br />
<br />
Jarimah karena meninggalkan perbuatan yang diperintahkan. Dalam hukum positif disebut delikta commissionis. </div>
<div style="text-align: justify;">
<h4>
Jarimah ditinjau dari Segi Objeknya. </h4>
Dari segi objek atau sasaran yang terkena oleh jarimah, maka jarimah dibagi menjadi dua bagian : <br />
<br />
1)      Jarimah Perseorangan (جرائم ضد الافراد) <br />
<br />
Jarimah perseorangan adalah suatu jarimah dimana hukuman terhadap pelakunya dijatuhkan untuk melindungi hak perseorangan (indiv idu). <br />
<br />
2)      Jarimah Masyarakat (جرائم ضد الجماعة) <br />
<br />
Jarimah masyarakat adalah jarimah dimana hukuman terhadap pelakunya dijatuhkan untuk melindungi kepentingan masyarakat. </div>
<div style="text-align: justify;">
<h4>
Jarimah ditinjau dari Segi Tabiatnya atau Motifnya. </h4>
Dari segi watak atau tabiatnya, dibagi menjadi dua bagian : <br />
<br />
1)      Jarimah Biasa (جرائم عادية) <br />
<br />
Jarimah biasa yaitu jarimah yang dilakukan oleh seseorang tanpa mengaitkannya dengan tujuan-tujuan politik. <br />
<br />
2)      Jarimah Politik (جرائم سياسية) <br />
<br />
Menurut Muhammad Abu Zahrah, Jarimah politik adalah jarimah yang merupakan pelanggaran terhadap peraturan pemerintah atau pejabat-pejabat pemerintah atau terhadap garis-garis politik yang telah ditentukan oleh pemerintah. <br />
<br />
<h4>
2.      Ruang Lingkup Pembahasan Fiqh Jinayah </h4>
Ruang lingkup pembahasan <i>hukum pidana islam</i> meliputi pencurian, perzinaan, qadzaf, minum khamr, membunuh dan atau melukai, merusak harta orang lain, melakukan gerakan-gerakan kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan (jarimah).[18] Literatur lain menyebutkan ruang lingkup meliputi sebagai berikut : <br />
<ul>
<li><a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/08/fiqh-jinayah-pengertian-dan-sumber.html" rel="nofollow" target="_blank">Asas Legalitas</a>; </li>
<li>Jarimah; </li>
<li><a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/09/fiqh-jinayah-perbandingan-sanksi-tazir.html" rel="nofollow" target="_blank">Hukuman</a>; </li>
<li>Jarimah zina dan tuduhan zina; </li>
<li><a href="http://kingilmu.blogspot.co.id/2015/10/pengertian-jarimah-al-riddah-unsur.html" rel="nofollow" target="_blank">Jarimah pencurian dan perampokan</a>; </li>
<li>Jarimah minum-minuman keras; </li>
<li>Jarimah pembunuhan; </li>
<li>Qishas; </li>
<li>Diyat; </li>
<li>Jarimah Ta’zir; </li>
<li>Pidana dan Perdata hukum islam.[19]</li>
</ul>
<br />
[1] Ahmad Wardi Muslich, Pengantar Dan Asas Hukum Pidana Islam;Fiqh Jinayah, cet.II, Jakarta :Sinar Grafika, 2006, hal. 1 <br />
[2] Ibid. <br />
[3] Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam;Fiqih Jinayah,cet.2, Bandung : Pustaka Setia, 2000, hal.13 <br />
[4] Jinayah ialah suatu tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati, kerja berat seumur hidup, kerja berat sementara atau penjara (pasal 10 KUHP Mesir). Janhah adalah suatu tindak pidana yang diancam dengan hukuman kurungan lebih dari satu minggu atau denda lebih dari seratus piester (qirsy) (pasal 11). Mukhalafah adalah suatu tindak pidana yang diancam dengan hukuman kurungan tidak lebih dari satu minggu atau denda tidak lebih dari seratus piester (qirsy)(pasal 12). <br />
[5] Muslich,op.cit.hal.14 <br />
[6] Ibid. hal.9 <br />
[7] Rahmat Hakim,op.cit.,hal.15 <br />
[8] Muslich,op.cit.,hal.10 <br />
[9] Ibid.hal.11 <br />
[10] Ibid.hal.29 <br />
[11] Ibid.hal.59 <br />
[12] Ibid.hal.74 <br />
[13] Rahmat Hakim, op.cit., hal.53 <br />
[14] M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, cet.1, Jakarta : Amzah, 2013, hal.3-4 <br />
[15] Mushlich,op.cit.,hal.17-28 <br />
[16] Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, ed.revisi, Jakarta : Rineka Cipta, 2008, hal.82 <br />
[17]Moeljatno,op.cit. <br />
[18] Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, cet.3,Jakarta : Sinar Grafika, 2012,hal.9 <br />
[19] http://makmum-anshory.blogspot.com/2009/07/ruang-lingkup-fiqih.html  (Di akses 14 Maret 2015;11:45 AM) </div>

Hukum Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya

Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya - Fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syara’ praktis yang diambil dari dalil...

Pengertian dan Metode Pengumpulan Data

22:32:00 jayafurniture 0

<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXtDz-qKnrFqEWM5Z6VWldbt1Y7pk0ceAiVo9CUXbxeIfroBFFawsAK16bJzJbBsmnDT47c3K9LmFm58Dsh5VzMOXPcGa_gQdRywrhTx-51HZ6epodXV69wDWTUauTgTQJWLF2g8AQc7g7/s1600/Pengertian+dan+Metode+Pengumpulan+Data.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="Pengertian dan Metode Pengumpulan Data pada penelitian" border="0" height="88" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXtDz-qKnrFqEWM5Z6VWldbt1Y7pk0ceAiVo9CUXbxeIfroBFFawsAK16bJzJbBsmnDT47c3K9LmFm58Dsh5VzMOXPcGa_gQdRywrhTx-51HZ6epodXV69wDWTUauTgTQJWLF2g8AQc7g7/s200/Pengertian+dan+Metode+Pengumpulan+Data.JPG" title="Pengertian dan Metode Pengumpulan Data" width="200" /></a></div>
<div style="text-align: justify;">
<a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/11/pengertian-dan-metode-pengumpulan-data.html" target="_blank">Pengertian dan Metode Pengumpulan Data</a> - Peneliti yang handal mempunyai banyak <b><i>cara memperoleh data</i></b> yang di inginkan. oleh sebab itu saya ingin mengshare kepada sahabat-sahabat mengenai cara memperoleh data atau mengumpulkan data penelitian. silahkan membacanya.</div>
<h3>
Pengertian  pengumpulan data</h3>
<div style="text-align: justify;">
<i>Pengumpulan data</i> dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Tujuan yang diungkapkan dalam bentuk hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap petanyaan penelitian. Jawaban itu masih perlu diuji secara empiris, dan untuk maksud inilah dibutuhkan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan ditentukan oleh variabel-variabel yang ada dalam hipotesis. Data itu dikumpulkan oleh sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Sampel tersebut terdiri atas sekumpulan unit analisis sebagai sasaran penelitian. <br />
<br />
Variabel-variabel yang diteliti terdapat pada unit analisis yang bersangkutan dalam sampel penelitian. Data yang dikumpulkan dari setiap variabel ditentukan oleh definisi operasional variabel yang bersangkutan. Definisi operasional itu menunjuk pada dua hal yang penting dalam hubungannya dengan pengumpulan data, yaitu indikator empiris dan pengukuran. <br />
<br />
<h3>
Metode Pengumpulan Data </h3>
Dalam sebuah penelitian ada beberapa metode pengumpulan data beserta masing-masing perangkat pengumplan datanya diantaranya : <br />
<br />
<h4>
Obervasi </h4>
Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikhologis, dua dianatara yag terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.[1]<br />
<br />
Dari segi <i>proses pelaksanaan pengumpulan data</i>, obsevasi dapat dibedakan menjadi participant observation dan non participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedaakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur. <br />
<br />
<h4>
a.       Participant observation </h4>
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati, sambal melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi ini maka data yang diperoleh akan lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang Nampak. <br />
<br />
<h4>
b.      Observation non partisipan </h4>
Kalau observasi partisipan peneliti terlibat langsung dengan aktifitas orang yang diamati, maka dalam observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen saja. <br />
<br />
<h4>
c.       Observasi terstrukutur </h4>
Observasi yang telah di rancang secara sistematis, tentang apa yang diamati, kapan dan dimana tempatnya.  Jadi observasi terstruktur dilakukan apabila peneliti telah teruji validitas dan realibilitasnya. <br />
<br />
<h4>
d.      Obsevasi tidak terstrukur </h4>
Observasi yang tidak dipersiapkan secara sistematis tentang apa yang diobservasi. Hal ini dilakukan karena peneliti tidak tahu secara pasti tentang apa yanga akan diamati. Dalam melakukan pengamatan peneliti tidak mengunakan instrument yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan. <br />
<br />
<h4>
Metode Wawancara </h4>
Wawancara merupakan <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/11/pengertian-dan-metode-pengumpulan-data.html" target="_blank">teknik pengumpulan data</a> yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau sumber data. <br />
<br />
Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya hanya dilakukan sebagai studi pendahuluan karena tidak mungkin menggunakan wawancara pada 1000 responden, sedangkan pada sampel kecil teknik wawancara dapat diterapkan sebagai teknik pengumpul data <br />
<br />
Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan interviewer mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian interviwer harus memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara kongkrit dalam kalimat Tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan konteks actual saat wawancara berlangsung (Patton dalam poerwandari, 1998). <br />
<br />
Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. <br />
<br />
a.       Wawancara terstruktur artinya peneliti telah mengetahui dengan pasti apa informasi yang ingin digali dari responden sehingga daftar pertanyaannya sudah dibuat secara sistematis. Peneliti juga dapat menggunakan alat bantu tape recorder, kamera photo, dan material lain yang dapat membantu kelancaran wawancara. <br />
<br />
b.      Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas, yaitu peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan diajukan secara spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin digali dari responden.[2]<br />
<br />
<h4>
Kuesioner (Angket) </h4>
Kuesioner merupakan <i>metode pengumpulan data</i> yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya, kuesioner merupakan metode pengumpulan data lebih efisien bila peneliti tahu dengan pasti variable yag akan diukur dan tahu apa yang diharapkan dari responden. Selain itu kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuoesioner dapat berupa pertanyaan/pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim memalui pos atau internet. <br />
<br />
Uma sekaran (1992) mengemukakan beberapa prinsip dalam penulisan angket sebagai <b>metode pengumpulan data</b> yaitu prinsip penulisan pengukuran dan penampilan fisik. <br />
<br />
Prinsip penulisan angket menyangkut beberapa factor yaitu isi dan tujuan pertanyaan, bahasaa yang digunakan, tipe dan bentuk pertanyaan, pertanyaan yang tidak mendua, tidak menanyakan hal yang sudah lupa, pertanyaan yang tidak mengarahkkan, panajang pertayaan dan urutaan pertanyaan. <br />
<br />
a.       Isi dan Tujuan Pertanyaan. <br />
Yang dimaksud disisni adalah apakah isi pertanyaan tersebut merupakan bentuk pengukuran atau bukan ? kalau bentuk pengukuran maka dalam membuat pertanyaan harus teliti, setiap pertanyaan harus skala pengukuran dan jumlah itemnya mencukupi untuk mengukur variable yang diteliti. <br />
<br />
b.      Bahasa yang digunakan <br />
Bahasa yang digunakan dalam penulisan kuesioner harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa responden. Kalau sekiranya responden tidak dapat berbahasa Indonesia, maka angket jangan disusun dengan Bahasa Indonesia. Jadi Bahasa yang digunakan dalam angket harus memperhatikan jenjang pendidikan responden <br />
<br />
c.       Tipe dan Bentuk Pertanyaan <br />
Tipe pertanyaan dalam angket dapat terbuka atau tertutup dan bentuknya dapat mengunakan kalimat positif atau positif. <br />
<br />
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengharapkan responden untuk menuliskan jawabanya berbentuk uraian tentang sesuatu hal. Contoh: bagaimanakah tanggapan anada terhadap iklaniklan di TV saat ini ? sebaliknya pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang menghaarapkan jawaban singkat atau mengharapkan responden untuk memilih salah satu alternative jawaban dari setiap pertanyaan yang telah tersedia. Setiap pertanyaan angket yang mengharapkan jawaban berbentuk data nominal, orinal, interval, dan ratio adalah bentuk pertanyaan tertutup. <br />
<br />
d.      Pertanyaan tidak mendua <br />
Setiap pertanyaan dalam angket jangan mendua (double-barreled) sehingga menyulitkan respoden untuk memberikan jawaban. <br />
<br />
e.       Tidak menanyakan yang sudah lupa <br />
Setiap pertanyaan dalam instrument angket, sebaiknya juga tidak menanyakan hal-hal yang sekiranya responden sudah lupa, atau pertanyaan yang memerlukan jawaban dengan berfikir berat. <br />
<br />
f.       Pertanyaan tidak mengiring <br />
Pertanyaan dalam angke sebaiknya juga tidak mengiring ke jawaban yang baik saja atau yang ke jelek saja. <br />
<br />
g.      Panjang pertanyaan <br />
Pertanyaan dalam nagket sebaiknya tidak terlalu panjang, sehingga akan membuat jenuh responden dalam mengisi. Bila jumlah variable banyak, sehingga memerlukan intrumen yang banyak, maka intrumen tersebut dibuat bervariasi dalam penampilan, model skala pengukuran yang digunakan, dan cara mengisinya. <br />
<br />
h.      Urutan pertanyaan <br />
Urutan pertanyaan dalam angket, dimulai dari yang umum menuju hal yang spesifik atau dari mudah menuju hal yang lebih sulit, atau bahkan diacak. Hal ini perlu dipertimbangkan karena secara psikhologis akan mempengaruhi semangat responden untuk menjawab. Kalau pada awalnyaa sudah diberi pertanyaan yang sulit, maka responden akan patah semangat untuk mengisi angket yang telah mereka terima. <br />
<br />
i.        Prinsip pengukuran <br />
Angket yang diberikan kepada responden adalah merupakan instrument penelitian, yang digunkan untuk mengukur variable yangk akan diteliti. Oleh karena itu intrumen angket tersebut harus dapat digunakan untuk mendapatkan data yang valid dan reliabel tentang variable yang diukur. Supaya diperoleh data penelitian yang valid dan reliabel, maka sebelum intrumen tersebut diberikan pada responden, perlu diuji validitas dan realibilitasnya terlebih dulu. <br />
<br />
j.        Penampilan Fisik Angket <br />
Penampilan fisik angket sebagai alat pengumpul data akan mempengaruhi respon atau keseriusan responden dalam mengisi angket. Angket yang dibuat dikertas buram, akan mendapat respon yang kurang menarik dari responden, bila dibandingkan angket yang dicetak dalam kertas yang bagus dan berwarna. Akan tetapi jiak aangket yang dicetak dengan kertas yang bagus dan berwarna akan menajdi lebih mahal. <br />
<br />
<h3>
Studi Dokumen </h3>
Studi dokumentasi merupakan <b><i>teknik pengumpulan data</i></b> yang tidak ditujukan langsung kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi, bisa berupa buku harian, surat pribadi, laporan, notulen rapat, catatan kasus (case records) dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya.[3]<br />
<br />
Dokumen dapat dibedakan menjadi: <br />
<br />
1.      Dokumen primer <br />
Dokumen ditulis oleh orang yang langsung mengalami suatu peristiwa. Sebagai contoh adalah autobiografi <br />
<br />
2.      Dokumen sekunder <br />
Peristiwa dilaporkan pada orang lain yang selanjutnya ditulis oleh orang ini. Contohnya adalah biografi. <br />
<br />
A.    Kesimpulan <br />
<br />
Dalam mengumpulkan sebuah data perlu menegtahui jenis-jenis metode yang digunkan diantaranya : <br />
<br />
a.       Observasi <br />
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, obsevasi dapat dibedakan menjadi participant observation dan non participant observation, selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan, maka observasi dapat dibedaakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstruktur. <br />
<br />
b.      Wawancara merupakan teknik yang digunakan dengan bertanya langsung pada responden, dan terdapat 2  unsur wawancara yaitu wawancara secara langsung dan tak langsung <br />
<br />
c.       Angket kuesioner <br />
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penulisan angket yaitu isi dan tujuan pertanyaan, bahasaa yang digunakan, tipe dan bentuk pertanyaan, pertanyaan yang tidak mendua, tidak menanyakan hal yang sudah lupa, pertanyaan yang tidak mengarahkkan, panajang pertayaan dan urutaan pertanyaan. <br />
<br />
d.      Studi dokumen <br />
Studi dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak ditujukan langsung kepada subjek penelitian. <br />
<br />
B.     Saran <br />
Penulis menyadari ada beberapa materi yang sekiranya masih kurang dalam penulisan makalah ini, oleh karna itu penulis sangat membuka kritikan dari pembaca agar dalam penyusunan makalah selanjutnya lebih sempurna lagi.<br />
<br />
Demikian tulisan kami mengenai <a href="http://kingilmu.blogspot.com/2015/11/pengertian-dan-metode-pengumpulan-data.html" rel="nofollow" target="_blank">Pengetian dan Metode Pengumpulan Data</a>, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. <br />
<br />
<br />
[1] Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualtatif dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2012, Hlm 145 <br />
[2]http://raachmaa.blogspot.com/2014/04/pengertian-dan-jenis-jenis-data-metode.html 25/5/15. 11.10 wib <br />
[3] https://odebhora.wordpress.com/2011/12/17/teknik-pengumpulan-data 25/5/15, 10.23 WIB </div>

Jurnalistik pengetahuan Pengertian dan Metode Pengumpulan Data

Pengertian dan Metode Pengumpulan Data - Peneliti yang handal mempunyai banyak cara memperoleh data yang di inginkan. oleh sebab itu sa...

Pelaksanaan Putusan Pengadilan, Jenis-jenis Putusan dan Cara Pelaksanaannya

Pengertian Jarimah, Unsur dan Ruang Lingkup Pembahasannya

Pengertian dan Metode Pengumpulan Data

Entri Populer

Blog Archive